Minggu, 11 November 2012

Rasulullah Menganjurkan Berolah Raga


Adanya kesan bahwa agama Islam "mengharamkan" olah raga sehingga negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim, tidak memiliki prestasi menonjol di bidang olah raga.

Padahal, sesungguhnya tidak demikian. Nabi Muhammad saw, menurut sebuah hadis riwayat Imam Bukhari, menganjurkan para sahabatnya (termasuk seluruh umat Islam yang harus mengikuti sunnahnya) agar mampu menguasai bidang-bidang olah raga. Terutama berkuda, berenang, dan memanah.

Tiga jenis olah raga yang dianjurkan Nabi Muhammad saw itu, dapat dianggap sebagai sumber dari semua jenis olah raga yang ada pada zaman sekarang. Ketiganya, mengandung aspek kesehatan, keterampilan, kecermatan, sportivitas, dan kompetisi.
Zaman perang

Ketika Nabi Muhammad saw mulai menyebarkan dakwah Islamiyah di Jazirah Saudi Arabia, abad 7 Masehi, secara politik dan kemiliteran, dunia terpusat dalam dua kekuatan negara super power, yaitu Romawi di belahan barat dan Persia di timur. Di kedua negara tersebut, berkembang berbagai jenis olah raga yang mengandalkan kekuatan otot.
Di Romawi, pertarungan antara jago-jago berkelahi (gladiator) melawan binatang buas (singa dan harimau) atau sesama gladiator, merupakan hiburan menarik.
Sedangkan di Persia, gulat dan angkat besi menjadi primadona. Para juara gulat Persia, yang berhasil mengalahkan pegulat-pegulat dari luar negeri, mendapat penghormatan dan kedudukan istimewa. Raja Persia legendaris, Rustum dan Kaikobad, adalah para pegulat yang mahir menggunakan gada baja. Raja Rustum dan Kaikobad berhasil memadukan ketangguhan gulat dengan kemahiran angkat besi menjadi andalan di medan perang.

Antara Romawi dan Persia pernah terjadi perang. Semula, kejayaan para gladiator Romawi tak berkutik di hadapan juara gulat dan angkat besi Persia. Tetapi, pada perang pembalasan beberapa tahun kemudian, pasukan Romawi berhasil membalas kekalahan. Para pegulat Persia kalah. Peristiwa perang antara Romawi dan Persia ini diabadikan di dalam Alquran surat Ar Rum ayat 1-4.

Mungkin anjuran Nabi Muhammad saw agar umat Islam menguasai olah raga berkuda, memanah, dan berenang, terinspirasi oleh peperangan Romawi-Persia, yang hanya mengandalkan kekuatan otot perorangan belaka. Nabi Muhammad saw berpikir lebih maju lagi, peperangan Romawi-Persia kurang diimbangi kecerdasan otak yang membentuk kerja sama tim.

Olah raga berkuda, memanah, dan berenang, selain memerlukan kekuatan fisik, juga membutuhkan intelektualitas yang tinggi. Pada zaman kejayaan Islam, pasca-Nabi Muhammad Saw (antara tahun 750-1924), kekuatan para prajurit Islam benar-benar tertumpu pada keahlian berkuda, memanah, dan berenang.

Ketika menaklukkan Mesopotamia (Irak) dan Persia (Iran), pasukan Muslim terdiri dari para penunggang kuda yang piawai. Mereka juga harus mampu berenang mengarungi sungai-sungai Tigris dan Eufrat, serta menembus sasaran dengan panah (cikal bakal pasukan kavaleri dan artileri sekarang).

Begitu pula dengan pasukan Turki Ustmani di bawah Sultan Muhammad Al Fath. Ketika merebut Konstatinopel pada abad 14, harus terlebih dulu berenang mengarungi Selat Bospurus (karena laju kapal dihadang oleh armada Romawi Byzantium di sepanjang pantai), baru naik kuda untuk mengobrak-abrik pasukan musuh dengan serangan panah bertubi-tubi.

Bahkan pada zaman Nabi Muhammad saw, ketika terjadi perang-perang besar melawan kaum musyrikin dan kafirin, adu kepandaian berkelahi orang per orang --baik menggunakan tangan kosong, maupun menggunakan senjata (pedang atau tombak)-- seakan-akan menjadi tradisi "pembukaan perang" massal.

Pada Perang Badar (bulan Ramadan tahun 2 Hijrah), misalnya, Sayyidina Ali dan Sayyidina Hamzah tampil melawan jago-jago berkelahi dari pihak kafir Quraisy. Setelah jago-jago Quraisy tersungkur mati, barulah perang massal dimulai.
Dalam keadaan berpuasa waktu itu dan berkekuatan 313 orang saja, umat Islam berhasil mengalahkan para musyrikin Quraisy yang berjumlah 950 orang dan dipimpin para pakar perang berpengalaman, seperti Abu Jahal, Abu Lahab, Abu Sufyan, dan Khalid bin Walid. Kemenangan kaum Muslimin dalam perang Badar tercantum dalam Alquran, surat Al Anfal ayat 1-10.

Setelah perang Badar, kekuatan militer umat Islam mulai terorganisasi. Ada pasukan berkuda (kavaleri) dan pasukan pemanah (artileri), serta pasukan darat (infanteri). Kondisi fisik mereka benar-benar terjaga, walaupun dalam keadaan aman mereka menjalankan profesi lain, seperti berdagang, mengajar, bertukang, dan sebagainya. Hanya, begitu dimobilisasi untuk menghadapi serangan atau harus menyerang, fisik dan mental mereka sangat siap.

Dari peristiwa perang yang langsung dipimpin Nabi Muhammad saw (disebut "gazwah") atau direstui beliau tanpa ikut memimpin (disebut "sariyah"), kaum Muslimin nyaris tak pernah mengalami kekalahan fatal. Hanya kalah pada fase-fase tertentu, seperti dalam perang Uhud, akibat kelalaian pasukan pemanah mengantisipasi serangan pasukan kavaleri musuh. Namun segera dapat dikonsolidasikan kembali. Pasukan Islam berhasil lolos dari kekalahan meski kehilangan beberapa tokohnya. Antara lain, Sayyidina Hamzah.

Juga dalam perang Hunain. Ini akibat kelengahan pasukan Islam yang merasa takabur. Karena merasa kuat dan berpengalaman dalam perang-perang sebelumnya, mereka akhirnya kena sergap pasukan musuh yang memanfaatkan kelalaian. Ini pun dapat segera diatasi, setelah pasukan Islam mendapatkan kembali kesadaran kolektif dan tanggung jawab tugas masing-masing.

Prestasi gemilang umat Islam dalam berperang sambil menjalankan ibadah puasa, selain perang Badar, adalah "Futuh Mekah". Penaklukan Kota Mekah pada tahun 8 Hijirah. Umat Islam yang sedang berpuasa, dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad saw, berhasil merebut Kota Mekah dari kekuasaan kafir Quraisy. Dengan demikian, umat Islam yang dulu harus hijrah (pindah) ke Madinah selama 8 tahun, dapat kembali ke tanah kelahirannya dengan penuh kebanggaan dan kegembiraan.

Setelah kejayaan umat Islam meredup --terutama setelah khilafah Islam Turki Ustmani runtuh (1924)-- prestasi fisik dan mental umat Islam amat merosot. Mereka kehilangan kepercayaan diri untuk bersaing dengan umat atau bangsa lain. Akibatnya, banyak umat Islam menghindar dari berbagai ajang kegiatan yang membutuhkan ketahanan lahir dan batin itu. Bahkan, muncul anggapan bahwa permainan atau olah raga itu termasuk laghwun (sia-sia) dan ghafilun (lalai). Perbuatan itu dianggap mengandung unsur hura-hura dan melupakan urusan agama (ibadah).

Untunglah, akhir-akhir ini muncul kesadaran bahwa antara olah raga dan ibadah dapat dipadukan secara harmonis. Baik melalui pengaturan waktu (berhenti untuk salat dan mengurangi porsi latihan fisik untuk menjaga puasa), maupun pengisian kegiatan dengan menggunakan praktik zikir.

Setiap gerakan diisi dengan wirid yang mengandung pujian dan hubungan tak terputus dengan Allah SWT. Di beberapa negara berpenduduk mayoritas Muslim (termasuk di Indonesia), sekarang bermunculan model-model olah raga yang bertitik tolak dari zikrullah (senantiasa mengingat Allah). Hitungan, aba-aba, atau variasi nyanyian pemanis gerak menggunakan Asmaul Husna atau Shalawat.

Puasa Ramadan sendiri mengandung ajaran pengekangan hawa nafsu. Meredam amarah, melarang kebencian terhadap sesama, baik melalui tindakan maupun ucapan. Puasa Ramadan dapat menjadi sarana riyadlah (latihan) untuk menjernihkan pikiran dan mengekang emosi, mengatur kerja sama, dan menumbuhkan prasangka baik (husnuzan). Pendek kata, puasa Ramadan dapat menumbuhkan jalinan keharmonisan pribadi dan tim. Suatu hal yang amat dipentingkan dalam olah raga.

Selamat menunaikan ibadah puasa dan selamat berolah raga dalam rangka meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, serta kebaikan dan kebajikan kepada sesama manusia.
Oleh : H. USEP ROMLI H.M - Republika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar