Sabtu, 17 November 2012

Kenapa Tidak Mau Merapat?


    Rapat dan luruskan shaf! Kata-kata itu selalu keluar dari imam yang memimpin sholat berjama’ah. Kemudian para makmum merapat, tapi sekedar merapat, lurus tapi sekedar sejajar. Tapi kalau dilihat para makmum itu tidak merapatkan kaki dan bahu mereka ke sebelah mereka. Mereka pun tidak perhatian untuk meluruskan barisan. Dan kalau mereka diajak rapat dan lurus, sebagian mereka  ada  yang marah bahkan membatalkan sholatnya. Ironisnya, potret tidak mau merapatkan dan meluruskan shaf ini terjadi hampir di seluruh masjid yang ada di Indonesia.
Mau bukti? Ini adalah foto dari vivanews.com ketika sholat tarawih di Masjid Istiqlal, lihatlah apakah barisan makum ini sudah rapat dan lurus?
shalat tarawih di Masjid Istiqlal
shalat tarawih di Masjid Istiqlal
Dan posisi dalam gambar tersebut pun menunjukkan pengaturan shaf yang sangat salah. Koq bisa? Baiklah, mari kita simak dalil-dalil berikut.
Hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhubahwasanya neneknya, Mulaikah, mengundang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk jamuan makan yang telah dibuatnya, maka beliau pun memakannya, kemudian beliau bersabda, “Berdirilah kalian karena aku akan shalat bersama kalian!” Anas bin Malik berkata, “Maka aku berdiri menuju tikar yang sudah hitam karena sudah lama dipakai, lalu aku menggosoknya dengan air. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di atasnya, sementara aku dan seorang anak yatim berdiri di belakangnya, sedangkan ibuku (Ummu Sulaim) berdiri di belakang kami. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat bersama kami dua raka’at, kemudian beliau pergi.” (HR. Al-Bukhariy no.860 dan Muslim no.658)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Tidakkah kalian berbaris sebagaimana malaikat berbaris di sisi Rabbnya?” Maka kami berkata, ”Wahai Rasulullah, bagaimana malaikat berbaris di sisi Rabbnya?” Beliau bersabda, “Mereka menyempurnakan shaf-shaf pertama dan mereka rapat dalam shaf. (HR. Muslim no. 430)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Hendaklah kalian merapatkan dan meluruskan shaf kalian, atau Allah akan mencerai beraikan kalian” [HR Muslim no. 436]
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallau’anhum, beliau berkata, “Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengusap pundak kami ketika akan shalat seraya bersabda, “Luruskanlah, dan jangan berselisih sehingga hati kalian bisa berselisih. Hendaklah yang tepat di belakangku adalah orang yang dewasa yang memiliki kecerdasan dan orang yang sudah berakal di antara kalian, kemudian orang yang sesudah mereka, kemudian orang yang sesudah mereka.” (HR. Muslim no. 432)
Dari Annas bin Malik radhiyallahu ‘anhum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Luruskan shaf-shaf kalian, karena sesungguhnya meluruskan shaf termasuk kesempurnaan sholat”. (HR. Muslim no. 433)
Dari Nu’man bin Basyir radhiyallahu’anhu, ia berkata, “Dulu Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- meluruskan shaf kami sehingga seakan beliau meluruskan anak panah (ketika diruncingkan,pen), sampai beliau menganggap kami telah memahaminya. Beliau pernah keluar pada suatu hari, lalu beliau berdiri sampai beliau hampir bertakbir, maka tiba-tiba beliau melihat seseorang yang membusungkan dadanya dari shaf. Maka beliau bersabda, “Wahai para hamba Allah, kalian akan benar-benar akan meluruskan shaf kalian atau Allah akan membuat wajah-wajah kalian berselisih.” (HR.Muslim no. 436)
shaf lurus dan rapat
shaf lurus dan rapat
Lihatlah, berulang-ulang hadits menjelaskan tentang rapat dan lurusnya shaf. Sehingga seolah-olah rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam mengatakan bahwa lurus dan rapatnya shaf adalah sesuatu yang sangat penting. Dijelaskan pula, bahwa rapat dan lurusnya shaf adalah salah satu bentuk dari persatuan umat Islam, karena orang yang tak mau meluruskan dan merapatkan shaf, maka Allah akan mencerai-beraikannya dari barisan orang muslim.
Sayang sekali dari pengalaman saya sedikit orang yang sadar akan masalah ini. Saya akan berbagi cerita tentang bagaimana reaksi orang-orang yang tidak mau rapat dan lurus shafnya.
Pertama, pengalaman ini saya dapatkan sering kali di masjid di kampung saya. Karena kampung saya sangat kental nuansa NU-nya, maka sudah wajar kalau mereka tidak mau merapatkan shaf. Padahal mereka sering sekali mengatakan “rapat dan luruskan shaf” sebelum sholat. Tapi apa yang terjadi? Shaf mereka renggang. Nah, suatu ketika saya menarik orang untuk mendekat kepada saya, karena posisi saya persisi di belakang imam, sedangkan dia dan saya jaraknya bisa diisi oleh satu orang seharusnya. Apa yang terjadi? Dia tidak mau bahkan karena dia “merasa” sudah bergerak 3 gerakan. Ia membatalkan sholatnya dan mengulangi takbir. Padahal gerakan sholat karena udzur itu diperbolehkan. Anehnya ia sendiri sering garuk-garuk badannya. Di kesempatan lain, saya malah dimarahi, karena menurutnya menempelkan kaki itu membuatnya tidak khusyu’. What?? Lalu bagaimana dengan para shahabat yang menempelkan kaki-kaki mereka dan bahu-bahu mereka ketika sholat berjama’ah? Padahal sholat mereka lebih khusyu’ daripada kita?? Ya kalau tidak mau sholat jama’ah mending sholat di rumah aja.
Kedua, sebuah masjid yang paling tidak sudah ada yang namanya ngaji, tapi mereka belum faham betul tentang cara meluruskan dan merapatkan shaf. Alhasil, lurus dan rapatnya shaf itu hanya terjadi di raka’at pertama, setelah itu bonggang lagi dan tidak lurus.
Ketiga, pengalaman saya sholat bermakmum dengan orang yang tak mau menempel. Saya pernah menempel seseorang ketika sholat, dan ia pun menghindar. Saya tempel lagi menghindar. Setelah itu saya biarkan. Sebab kalau saya mengejar terus bisa-bisa sajadah bagus yang ia bawa dari rumah bakal saya pakai sendiri. :P
Keempat, kejadian ini juga terjadi hampir di setiap sholat berjama’ah yang saya ikuti. Kejadiannya adalah para makmum yang membawa sajadah sendiri seolah-olah sajadah mereka itu adalah shof mereka. Jadi mereka tak perhatian dengan shof kiri dan kanan. Bahkan mereka pun enggan menempelkan kaki dan bahu mereka kepada makmum disebelahnya.
Kelima, di masjid-masjid di Indonesia, banyak yang mengatur posisi wanita berada di samping pria. Ini adalah kekeliruan besar. Karena sesuai dengan contoh yang diberikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam, shof wanita itu berada di belakang pria bukan di samping. Boleh kalau mereka ada di ruangan khusus, asal suara imam sholat bisa terdengar oleh mereka. Adakah yang bisa mendakwahi para pengurus masjid dan imam-imam masjid yang melakukan hal ini?
Keenam, sebuah masjid seperti di masjid di dekat tempat saya bekerja karpetnya ada sebuah garis lurus. Seharusnya hal itu dijadikan mereka untuk meluruskan shof. Namun apa yang terjadi? Mereka tidak menggubrisnya, bahkan membiarkan diri mereka tidak lurus, bahkan rapat antara sesama makmum.
Ketujuh, sebuah kesalahan besar adalah menarik makmum di dari belakang ketika tidak ada celah shaf lagi. Kalau seseorang bersandar pada sebuah hadits yang meriwayatkan bahwa kalau ia sholat sendirian di belakang maka menarik seorang makmum ke belakang di depan untuk membentuk shaf bersama-sama, maka haditsnya sendiri adalah lemah.
Syaikh Masyhur berkata: ”Di antara kesalahan mereka (makmum, red), apabila tidak mendapatkan celah atau tempat (kosong) pada shaf, ia langsung menarik seorang dari shaf paling akhir untuk dijadikan shaf bersamanya, padahal hadits-hadits yang menerangkan tentang hal ini tidak sah. Seolah-olah amalan ini dijadikan syariat meskipun tanpa ada dalil yang shahih. Tentu saja hal ini tidak boleh. Akan tetapi yang wajib baginya adalah bergabung bersama shaf sekiranya itu memungkinkan. Jika tidak, maka ia shalat sendiri (dibelakang shaf terakhir) dan shalatnya sah, sebab Allah tidak membebani diri melebihi kemampuannya.”
Beliau melanjutkan: ”Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata: ”Permasalahan tentang bolehnya menarik seseorang perlu dikoreksi, sebab hadits yang menerangkan hal ini adalah lemah. Juga, karena dengan menarik (seorang dari depan) akan menyebabkan adanya celah pada shaf, padahal yang disyariatkan adalah menutup celah. Maka itu, yang utama adalah tidak menarik dan hendaknya mencari tempat kosong pada shaf  atau berdiri disamping kanan imam. Wallahu a’lam (al-Qoul al-Mubin fi Akhta’ al-Mushallin, hlm. 259-260)
Syaikh Salim bin ’Ied al-Hilali berkata dalam kitabnya Mausu’ah al-Manahi asy-Syar’iyyah, jilid 1, hlm. 462: ”Poin ke-6; apabila seseorang masuk (masjid) dan tidak mendapatkan celah kosong pada shaf untuk ia memasuki, maka ia tidak boleh menarik orang lain dari shaf (depannya), sebab hal ini malah membuka celah pada shaf, sedangkan yang disyariatkan adalah menutup kekosongan dan berbaris dengan rapat dan lurus. Adapun beberapa riwayat yang menerangkan bolehnya menarik (seseorang) dari shaf adalah tidak sah.” [1]
Catatan Penting dan Kesimpulan
1. Tatanan Shaf dalam sholat adalah posisi laki-laki ada di depan dan wanita ada di belakang.
2. Lurus dan rapatnya shof dalam sholat adalah salah satu sebab yang menyebabkan sholat seseorang itu sempurna.
3. Apabila shaf tidak rapat dan lurus, maka ancamannya adalah Allah akan memecah belah kaum muslimin. Dan hal ini sudah kita saksikan betapa banyak kaum muslimin yang tercerai-berai lantaran mereka dalam sholat tidak mau rapat dan lurus.
4. Tidak ada dalil yang shahih tentang menarik seseorang makmum ke belakang. Sebab hadits yang menjelaskan bahwa orang yang sholat sendiri di belakang maka sholatnya tidak sah, itu hanya berlaku apabila masih ada ruang kosong dalam shof namun ia membentuk shof sendiri di barisan belakang.
5. Shof itu dimulai dari tengah, lalu kanan, lalu kiri dan seterusnya. Shof tidak dimulai dari sisi kanan dulu atau sisi kiri dulu. Orang yang tidak memulai shof dari tengah, berarti ia telah menyalahi sunnah.
6. Gerakan-gerakan yang diperlukan dalam sholat karena udzur itu tidak membatalkan sholat. Seperti meluruskan shof, menempati shof yang kosong atau bergerak karena kebutuhan semisal menjawab salam dengan isyarat dan lain-lain.
Wallahu a’lam bishawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar