Tampilkan postingan dengan label Sholat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sholat. Tampilkan semua postingan

Kamis, 11 Januari 2024

SIKAP ORANG BERIMAN TERHADAP PERSELISIHAN


Perbedaan adalah sunnatulloh yang mesti terjadi. Berbagai latar belakang dan sebab yang mendasarinya. Sampai pun di zaman terbaik dari umat ini, para sahabat pernah berselisih dalam memahami larangan Rosululloh Shallallahu alaihi wasallam berupa sholat di Bani Quroidhoh. Ternyata Rosululloh shallallahu alaihi wasallam tidak mempermasalahkan keduanya. Jika itu terjadi di kalangan para sahabat, maka sangat wajar jika terjadi pada generasi kita saat ini. Namun sebagai seorang yang beriman hendaknya bersikap yang bijak dalam menghadapi perselisihan karena sebagian perselisihan diperbolehkan dan sebagiannya lagi terlarang. 

Secara umum berbagai macam perbedaan itu bisa ditinjau dari beberapa segi :

1. Dari sisi perbedaan itu sendiri

Ikhtilaf dan perbedaan ada 2 macam, yaitu:

a. ikhtilaf tanawwu’

Yaitu khilaf yang hanya menunjukkan keragaman tanpa ada pertentangan. Semisal perbedaan ahli tafsir dalam menafsirkan ash-shirotol mustaqim dalam surat alfatihah. Ada yang menafsirkan alquran, islam, assunnah, dan al-jamaah. Semua pendapat  ini benar dan tidak bertentangan dengan maksudnya. Misal lainnya: berbagai macam dzikir saat ruku’, sujud, istiftah, dan sebagainya.

Perbedaan yang seperti ini tidaklah tercela, namun bisa menjadi tercela manakala perbedaan seperti ini dijadikan sebab saling bermusuhan, tidak saling menyapa, atau bentuk-bentuk kezholiman yang lainnya.

b. ikhtilaf tadhod

Yaitu perbedaan yang saling bertentangan antara satu dan yang lainnya. Semisal perbedaan antara keimanan dan kekufuran, ketakwaan dan kemaksiatan, Sunnah dan penyimpangannya, dan seterusnya. Maka sikap orang yang beriman adalah mengikuti kebenaran dan meninggalkan kebathilan.

2. Macam khilaf menurut sikap kita terhadapnya

Dari sisi ini khilaf terbagi menjadi 2, yaitu: khilaf mu’tabar dan khilaf ghoiru mu’tabar.

a. Khilaf mu’tabar

Maknanya khilaf yang dianggap, karena sama-sama memiliki dalil yang kuat dan bisa dipertanggungjawabkan. Misalnya: apakah makmum dibelakang imam yang sholatnya dikeraskan, masih membaca alfatihah atau tidak? Sholat shubuh, ada qunut atau tidak? Dan sebagainya. Maka sebagai seorang yang beriman dalam menghadapi khilaf yang demikian harus berlapang dada dan tidak menjadikannya masalah untuk saling bermusuhan.

b. Khilaf ghoiru mu’tabar

Maknanya khilaf yang tidak dianggap. Mungkin karena ini bukan ranah ijtihadiyah atau mungkin tidak ada dalil yang mendasarinya, atau mungkin ada tapi sangat lemah atau bahkan palsu. Khilaf ini adalah perbedaan yang terjadi antara ahlul haq dan ahlil bathil. Adapun sikap orang beriman jelas, yaitu mengikuti kebenaran dan menghindari kebatihan. 

3. Sikap kita terhadap khilaf yang mu’tabar

a. Kita yakin bahwa perbedaan dari mereka bukan karena menentang dalil, namun karena sebab-sebab yang bisa diterima. Mungkin karena dalil belum sampai kepadanya, atau mungkin karena lupa, atau bedanya tingkat pemahaman, dan sebagainya.

b. Mengikuti pendapat yang lebih kuat dan lebih sesuai dengan alquran dan Sunnah.

c. Wajib tetap menghormati para ulama yang berselisih

d. Wajib berlapang dada dalam menghadapi khilaf yang mu’tabar

e. Tidak mengapa dialog secara ilmiah untuk mencari kebenaran dan yang lebih kuat.

f. Apabila meninggalkan sebagian hal yang disunnahkan akan menyampaikan kepada maslahat yang lebih besar dan menutup pintu perselisihan, maka perkara Sunnah bisa ditinggalkan untuk sementara waktu demi maslahat persatuan ummat atau maslahat lainnya yang lebih besar.

Sebagaimana Sahabat Ibnu Mas’ud mengingkari kholifah Utsman saat beliau sholat seperti  ketika bermuqim (tidak qoshor) ketika bepergian. Namun Ibnu Mas’ud tetap sholat di belakang Utsman dengan tidak mengqoshor dan mengikuti kholifah. Ibnu Mas’ud berkata, “Perselisihan itu jelek”. [Shohih, HR Abu Dawud 1960]

Kesimpulannya:

Hendaknya seorang yang beriman bersikap bijak dalam menghadapi perselisihan. Bisa membedakan mana yang tanawwu’ dan mana yang tadhod. Seandainya tadhod, mana yang mu’tabar dan mana yang ghoiru mu’tabar. Sehingga bisa menyikapinya dengan tepat dan bijaksana.

Semoga bermanfaat!

Free Ebook Panduan Menegakkan Sholat


#Panduanmenegakkansholat #sholat #belajarsholat

MAKNA SUNNAH


Agar tidak terjadi kerancuan dalam memahami makna sunnah, perlu kiranya kita memahami makna sunnah, baik secara bahasa maupun secara istilah.

Secara bahasa bermakna perilaku atau cara berperilaku yang dilakukan, baik cara yang terpuji maupun yang tercela. Ada sunnah yang baik dan ada sunnah yang buruk, seperti yang diungkapkan oleh hadits sahih yang diriwayatkan oleh Muslim dan lainnya: “Barangsiapa membiasakan (memulai atau menghidupkan) suatu perbuatan baik dalam Islam, dia akan mendapatkan pahala dari perbuatannya itu dan pahala dari perbuatan orang yang mengikuti kebiasaan baik itu setelahnya dengan pahala yang sama sekali tidak lebih kecil dari pahala orang-orang yang mengikuti melakukan perbuatan baik itu. Sementara, barangsiapa yang membiasakan suatu perbuatan buruk dalam Islam, ia akan mendapatkan dosa atas perbuatannya itu dan dosa dari perbuatan orang yang melakukan keburukan yang sama setelahnya dengan dosa yang sama sekali tidak lebih kecil dari dosa-dosa yang ditimpakan bagi orang-orang yang mengikuti perbuatannya itu.” [HR Muslim 1017]

Kata “sunnah” yang dipergunakan dalam hadits tersebut adalah kata sunnah dengan pengertian etimologis. Maksudnya, siapa yang membuat perilaku tertentu dalam kebaikan atau kejahatan. Atau, siapa yang membuat kebiasaan yang baik dan yang membuat kebiasaan yang buruk. Orang yang membuat kebiasaan yang baik akan mendapatkan pahala dari perbuatannya itu dan dari perbuatan orang yang mengikuti perbuatannya, dan orang yang membuat kebiasaan yang buruk maka ia akan mendapatkan dosa dari perbuatannya itu dan dari perbuatan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat. 

Adapun makna Sunnah secara syar’i berbeda-beda tergantung disiplin ilmunya. Berikut ini merupakan makna Sunnah yang digunakan oleh para ulama:

a. Menurut Ahli Aqidah

Sunnah adalah apa yang ada diatasnya Rosulullah Shallallahu alaihi wasallam dan para Khulafaur Rosyidain serta para salafus sholih berupa I’tiqod (keyakinan) sebelum munculnya penyimpangan-penyimpangan.

b. Menurut Ahli Ushul

Sunnah adalah apa yang diriwayatkan dari Nabi Shallallahu alaihi wasallam, berupa ucapan, perbuatan, atau persetujuan. Ia dalam pandangan ulama ushul ini, adalah salah satu sumber dari berbagai sumber syariat. Oleh karena itu, ia bergandengan dengan Al-Qur’an. Misalnya, ada redaksi ulama yang mengatakan tentang hukum sesuatu: masalah ini telah ditetapkan hukumnya oleh Al-Qur’an dan sunnah.

c. Menurut Ahli Hadits

Sunnah bermakna Hadits, yaitu apa yang berasal dari Nabi Shallallahu alaihi wasallam dari perkataan, perbuatan, penetapan, sifat, ataupun siroh (biografi Rosululloh).

d. Menurut Fuqoha (ahli fikih)

Sunnah adalah salah satu hukum syariat. Ia bermakna sesuatu yang dianjurkan dan didorong untuk dikerjakan. Ia adalah sesuatu yang diperintahkan oleh syariat agar dikerjakan, namun dengan perintah yang tidak kuat dan tidak pasti. Sehingga, orang yang mengerjakannya akan mendapatkan pahala, dan orang yang tidak mengerjakannya tidak mendapatkan dosa kecuali jika orang itu menolaknya dan membencinya atau bahkan mencelanya. Dalam pengertian ini, dapat dikatakan bahwa shalat dua rakaat sebelum shalat shubuh adalah sunnah, sementara shalat shubuh itu sendiri adalah fardhu.

e. Sunnah digunakan sebagai lawan dari kata bid'ah (sesuatu yang diada-adakan di dalam syariat dan menyerupai syariat)

Pengertian sunnah seperti inilah yang disinyalir oleh hadits riwayat Irbadh bin Sariah, salah satu hadits yang terdapat pada kitab arbain karya Imam Nawawi.

 “… orang yang hidup setelahku nanti akan melihat banyak perbedaan pendapat (di kalangan umat Islam). Dalam keadaan seperti itu, hendaklah kalian berpegang pada sunnahku dan sunnah khulafaur rosyidin yang mendapatkan petunjuk. Gigitlah kuat-kuat dengan gigi gerahammu dan janganlah kalian mengikuti hal-hal bid’ah, karena setiap perbuatan bid’ah adalah sesat.” [HR Abu Dawud 4607 dan Tirmidzi 2676]


Free ebook:

Panduan Menegakkan Sholat (Lengkap dan Praktis)

Semoga bermanfaat!


#belajarsholat #freeebook #panduansholat

PEMBAGIAN HUKUM FIKIH


Berdasarkan hukum fikih ada pembagian berdasarkan taklifi, yaitu orang yang dituntut melakukan atau tidak melakukannya atau dipersilahkan untuk memilih antara melakukan dan tidak melakukan sesuatu. 

Adapun Pembagian Hukum tersebut ada 5, yaitu:

1. Wajib

Wajib yaitu tuntutan secara pasti dari syari’ (pembuat syariat) untuk dilaksanakan dan tidak boleh ditinggalkan, karena orang yang meninggalkannya dikenai hukuman seperti firman Alloh yang artinya: “Dirikanlah olehmu sholat dan tunaikan zakat”. [QS al-Baqoroh (2) ayat 43]

2. Sunnah

Sunnah yaitu perbuatan yang dituntut melakukannya namun tidak dikenakan siksa bagi yang meninggalkannya. Seperti perbuatan sunah yang menjadi pelengkap perbuatan wajib misalnya sholat-sholat nafilah (sholat-sholat sunnah), bersiwak ketika hendak berwudhu, dan sebagainya.

3. Haram

Haram yaitu tuntutan untuk tidak mengerjakan suatu perbuatan dengan tuntutan yang pasti, seperti membunuh jiwa seseorang.

4. Makruh

Makruh ialah tuntutan meninggalkan suatu perbuatan dengan tuntutan yang tidak pasti. Akan tetapi, seorang muslim hendaknya meninggalkan sesuatu yang makruh karena makruh adalah sesuatu yang dibenci jika dilaksanakan, semisal: makan dan minum sambil berdiri, dan lain sebagainya.

5. Mubah

Mubah: yaitu perkara-perkara yang mengandung pilihan antara berbuat atau tidak berbuat.

*Catatan untuk perkara yang mubah:

a. Jangan berlebihan dan jangan pula sibuk dengan perkara yang mubah sehingga melalaikan dari akhirat

b. Jangan mengada-ada perkara baru dalam agama atau tanpa ada maslahatnya dalam urusan dunia atau tidak menjadi sarana kemaslahatan yang lain.


Ebook Lengkapnya:

Panduan Menegakkan Sholat (Lengkap dan Praktis)

Semoga bermanfaat!


#Sholat, # Panduansholat #freeebook

Bangunan Islam


عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((بُنِيَ اْلاِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لَّا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَاِقَامِ الصَّلَاةَ وَاِيْتَاءِ الزَّكَاةِ وَاْلحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ))

Dari Abdulloh bin Umar, dia berkata, “Aku mendengar Rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda: “Islam dibangun diatas 5 perkara, “Bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Alloh dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Alloh, menegakkan sholat, menunaikan zakat, melaksanakan haji, dan puasa romadhon”. [HR Bukhori 8 dan Muslim 16]

Dalam hadits ini Rosululloh menggambarkan islam dengan sebuah bangunan yang ditopang oleh 5 tiang utama, yaitu: 

1.Dua kalimat syahadat

Makna dari syahadat tauhid (Laa ilaaha illalloh) ialah tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Alloh. Adapun syahadat rosul (asyhadu anna Muhammad rosululloh) ialah membenarkan apa-apa yang disampaikan, mentaati perintahnya, menjauhkan diri dari apa-apa yang beliau larang, serta tidak beribadah kepada Alloh melainkan dengan cara yang telah disyariatkan.

2. Menegakkan sholat

Sholat merupakan hubungan antara hamba dengan robbnya yang wajib dilaksanakan lima waktu dalam sehari semalam, sesuai dengan petunjuk Rosululloh shollallohu alaihi wasallam, sebagaimana sabdanya: 

صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّيْ

“Sholatlah kalian, sebagaimana melihat aku sholat.” [HR Bukhori 631]

3. Menunaikan zakat

Alloh telah mewajibkan zakat atas setiap muslim yang telah mencapai nishob dalam hartanya dengan syarat-syarat tertentu. Zakat maknanya adalah tambahan, penyucian dan berkah. Dinamakan demikian karena orang yang menunaikannya akan mendapatkan keberkahan pada hartanya dan akan membersihkan jiwa dari sifat-sifat tercela.

Hendaknya seorang muslim yang telah memiliki harta mencapai nishobnya mengeluarkan zakat ikhlas karena Alloh,.

4. Haji

Haji ke baitulloh merupakan kewajiban bagi seorang muslim yang Alloh berikan kemampuan. Alloh berfirman: “Disana terdapat tanda-tanda yang jelas, diantaranya maqom Ibrohim. Barangsiapa memasukinya (baitulloh) amanlah dia. Dan diantara kewajiban manusia terhadap Alloh adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitulloh, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan kesana. Barangsiapa mengingkari kewajiban haji, maka ketahuilah bahwa Alloh Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam.” [QS Ali Imron (3) ayat 97]

5. Puasa romadhon

Hendaknya seorang muslim melaksanakan puasa romadhon dengan penuh keikhlasan dan mengharap pahala. Nabi shollallohu alaihi wasallam bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ اِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ

“Barangsiapa puasa bulan romadhon dengan dasar iman dan mengharap pahala, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah diperbuatnya” [HR Bukhori 1901 Muslim 760]


Ebook lengkapnya:

Panduan Menegakkan Sholat (Lengkap dan Praktis)

Semoga bermanfaat!

Islam, iman dan ihsan


Dari Umar  rodhiyallohu anhu, dia berkata: “Ketika kami duduk-duduk di sisi Rosululloh shollallohu alaihi wasallam, tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam. Tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak pula ada seorang pun yang mengenalnya. Kemudian ia duduk di hadapan Nabi dengan menempelkan kedua lututnya kepada kedua lutut nabi dan meletakkan kedua telapak tangannya ke pahanya. Seraya berkata: "Ya Muhammad, kabari aku tentang islam!" Maka Nabi menyampaikan: "Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Alloh dan engkau bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Alloh, mendirikan sholat, menunaikan zakat, puasa romadhon, dan pergi haji jika mampu."Kemudian dia berkata: "Anda benar" Kami semua heran, dia yang bertanya dan dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi, "Beritahukan kami tentang iman." Lalu beliau bersabda,”Engkau beriman kepada Alloh, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rosul-rosul-Nya, hari akhir, dan engkau beriman kepada takdir yang baik mupun yang buruk." Kemudian dia berkata, "Engkau benar." Kemudian dia berkata lagi, "Beritahukan aku tentang ihsan." Lalu beliau bersabda, "Ihsan adalah engkau beribadah kepada Alloh seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihatmu." Kemudian dia berkata: “Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan waktunya)”. Beliau bersabda: “Yang ditanya tidaklah lebih tahu daripada yang bertanya.” Dia bertanya lagi: “Beritahukan aku tentang tanda-tandanya.” Beliau bersabda: “Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang yang bertelanjang kaki dan dada, miskin lagi penggembala domba, kemudian mereka berlomba-lomba meninggikan bangunannya.” Kemudian orang itu pergi dan aku berdiam diri beberapa waktu. Kemudian beliau (Rosululloh) bertanya: “Wahai Umar, tahukah engkau siapa yang bertanya?” Aku berkata: “Alloh dan Rosul-Nya lebih mengetahui.” Beliau bersabda: “Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian bermaksud mengajarkan agama kalian.” [HR Muslim 8]

Dalam hadits ini terdapat dalil bahwasanya islam, iman, dan ihsan semua diberi nama ad-din (agama). Jadi, agama islam ini mencakup 3 tingkatan, yaitu: islam, iman dan ihsan.

1. Tingkatan islam

Ketika Rosululloh ditanya tentang islam beliau menjawab, “Islam itu engkau bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Alloh dan bahwasanya Muhammad adalah utusan-Nya, engkau mendirikan sholat, menunaikan zakat, puasa romadhon, dan berhaji ke baitulloh jika engkau mampu untuk menempuh perjalanan kesana.” 

Diantara faedah dari hadits ini ialah bahwa islam terdiri dari 5 rukun. Jadi, islam yang dimaksud disini ialah amalan lahiriyah yang meliputi: syahadat, sholat, puasa, zakat, dan haji. 

2. Tingkatan iman

Selanjutnya ketika Nabi ditanya mengenai iman, Beliau bersabda, “Iman itu adalah engkau beriman kepada Alloh, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rosul-rosul-Nya, hari kiamat dan engkau beriman terhadap takdir yang baik maupun yang buruk.”

Jadi iman yang dimaksud disini mencakup perkara-perkara bathiniyah yang ada di dalam hati. Diantara faedah yang bisa dipetik dari hadits ini adalah pembedaan antara islam dan iman. Hal ini terjadi apabila kedua-duanya disebutkan secara bersama-bersama, maka ketika itu islam ditafsirkan dengan amalan-amalan anggota badan, sedangkan iman ditafsirkan dengan amalan-amalan hati. Akan tetapi bila disebutkan secara mutlak salah satunya (islam saja atau iman saja) maka sudah mencakup yang lainnya. Seperti dalam firman Alloh: “Dan Aku telah ridho islam menjadi agama kalian.” [QS al-Maidah (5) ayat 3] Maka kata islam dalam ayat tersebut sudah mencakup islam dan iman.

3. Tingkatan ihsan

Adapun jawaban Nabi ketika ditanya tentang ihsan, yaitu: “Yaitu engkau beribadah kepada Alloh seolah-seolah engkau melihatnya, apabila engkau tidak bisa melihat-Nya, sesungguhnya Alloh melihatmu.”

 Diantara faedah yang bisa dipetik dari penggalan hadits ini ialah penjelasan tentang ihsan yaitu seorang muslim menyembah Robb-Nya dengan ibadah yang dipenuhi rasa harap dan keinginan, seolah-oleh dia melihat-Nya, sehingga dia pun sangat ingin sampai kepada-Nya, dan ini adalah derajat ihsan yang paling sempurna. Tapi bila dia tidak bisa mencapai kondisi semacam ini maka hendaknya dia berada di derajat kedua, yaitu menyembah kepada Alloh dengan ibadah yang dipenuhi rasa takut dan cemas dari tertimpa siksa-Nya.

Ebook lengkapnya:

Panduan Menegakkan Sholat (Lengkap dan Praktis)

Semoga bermanfaat!

Selasa, 09 Januari 2024

E-book: Panduan Menegakkan Sholat (Lengkap&Praktis)



Sahabat Abu Huroiroh mengatakan bahwa Rosululloh bersabda:


اِنَّ أَوَّلُ مَا يُحَاسَبُ بِهِ اْلعَبْدُ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ


فَاِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ,


وَاِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ.


"Sesungguhnya amal seorang hamba yang pertama kali dihisab ialah sholatnya. Jika baik sholatnya maka dia sungguh beruntung dan selamat. Akan tetapi jika rusak sholatnya maka sungguh merugi dan celaka." [Shohih, HR at-Tirmidzi 413 dan Nasai 465]


Oleh karena itu, penting bagi kita untuk berusaha mengikhlaskan niat dan mempelajari tatacara menegakkan sholat yang baik dan benar (berdasarkan Al-Quran dan Hadits dengan pemahaman yang baik) agar sholat yang kita tegakkan diterima, sehingga kita menjadi orang yang beruntung dan selamat.


*Bagi yang berkenan e-book:


Download Buku Panduan Menegakkan Sholat (Lengkap dan Praktis)

Semoga bermanfaat!