Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
“Ada tiga perkara, siapa yang memiliki ketiganya, niscaya akan merasakan manisnya iman; 1- Allah dan rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya, 2- ia mencintai dan membenci seseorang karena Allah, 3- dan ia benci untuk kembali kepada kekufuran sebagaimana ia benci dilempar ke dalam api neraka.”
Hadits ini begitu agung karena di dalamnya terdapat kandungan
makna-makna yang agung dan pokok-pokok yang merupakan dasar keimanan,
yaitu kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya, saling mencintai di antara
kaum muslimin, dan keteguhan di atas keimanan dengan membenci terhadap
kekufuran karena khawatir kalau dilempar ke dalam api neraka. Imam
an-Nawawi rahimahullah berkata, “Para ulama mengatakan bahwa manisnya
iman adalah merasa nyaman pada saat melaksanakan ketaatan dan menanggung
kesulitan dalam menggapai keridhaan Allah dan Rasul-Nya, serta
mendahulukan itu semua di atas kemewahan dunia. Kecintaan seorang hamba
kepada Rabb-nya, yaitu dengan cara mengerjakan ketaatan kepada-Nya dan
tidak menyelisihi-Nya. Demikian juga dengan kecintaan kepada
Rasulullah.”
(Syarh Shahih Muslim)
A. Menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai daripada selain keduanya
Di antara bentuk kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah mencintai
syariat dan agama-Nya yang telah disebutkan dalam kitab-Nya yang mulia
dan yang telah dijelaskan oleh Rasul-Nya dalam sunnahnya yang diberkahi.
Rasulullah bersabda, “Pasti akan bisa merasakan manisnya iman bagi
orang yang ridha kepada Allah sebagai Rabbnya, Islam sebagai agamanya,
dan Nabi Muhammad sebagai Rasulnya.” (HR. Muslim, no: 34)
Ibnul al-Qayyim rahimahullah berkata dalam kitabnya Ighatsatu al-Lahfan,
“Sesungguhnya cinta kepada Allah, senang dengan-Nya, rindu untuk
bertemu dengan-Nya dan ridha dengan segala yang ditetapkan oleh-Nya,
merupakan asas agama, asas bagi amal perbuatannya, keinginannya, dan
bagi kecintaannya kepada Allah. Bahkan sikap kecintaan ini merupakan
kewajiban yang paling dicintai oleh seorang hamba dari segala macam
kewajiban-kewajiban besar yang ada dalam agama. Selain itu, juga
merupakan pondasi yang paling besar dan dasar yang paling agung. Jadi,
siapa saja yang mencintai seorang makhluk dan memposisikan cintanya sama
seperti yang diberikan kepada Allah, maka ini termasuk kesyirikan, yang
pelakunya tidak akan diampuni sekaligus tidak diterima amal
perbuatannya. Allah berfirman: “Dan diantara manusia ada orang-orang
yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya
sebagaimanamereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat
sangat cintanya kepada Allah.”(QS. al-Baqarah (2): 165)
B. Mencintai seseorang karena Allah
Tanda kesempurnaan iman seseorang adalah apabila segala sesuatunya
didasari karena Allah, baik dalam hal cinta, benci, memberi ataupun
hal-hal yang lain. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, beliau bersabda: “Barangsiapa mencintai karena Allah, membenci
karena Allah, memberi karena Allah, tidak member karena Allah, maka
sungguh telah sempurna keimanannya.” (HR. Abu Dawud, dan dinyatakan
shahih oleh al-Albani)
Sikap saling mencintai karena Allah dan membangun persaudaraan karena
agama-Nya, akan membawa manfaat yang sangat besar bagi pelakunya,
sehingga bisa mengumpulkannya di surga kelak bersama sahabatnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Demi Dzat yang
jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, kalian tidak akan masuk surga kecuali
kalau kalian beriman, dan tidaklah kalian beriman kecuali jika kalian
saling berkasih sayang. Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang apabila
kalian mengerjakannya, kalian akan saling mengasihi? Sebarkan salam di
antara kalian.” (HR. Muslim)
Di antara bentuk kecintaan terhadap seseorang karena Allah adalah tidak
menzhalimi, menghinakan, mendustakan dan meremehkan seorang muslim.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seorang muslim itu
saudara bagi muslim lainnya, tidak boleh mendzaliminya, menghinakannya,
mendustakannya, dan merendahkannya.” (HR. Muslim, no. 2580)
Adapun sikap kasih sayang dan kecintaan para pelaku maksiat dan
orang-orang fasik, maka sesungguhnya semua itu akan berubah menjadi
permusuhan dan kebencian. Dalam banyak perkara, pertentangan di antara
mereka kerap terjadi dalam kehidupan di dunia ini. Adapun di akhirat
kelak, Allah telah menggambarkan kepada kita semua. Allah berfirman:
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian
yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. az-Zukhruf (43) :
67)
C. Teguh dalam keimanan dan membenci kekufuran
Seorang yang merasakan manisnya iman, niscaya teguh dalam keimanannya
dan tidak menghendaki kekufuran. Orang-orang yang beriman sangat
meyakini janji-janji Allah kepada orang-orang yang beriman dan beramal
shalih, serta mereka yakin akan ancaman-ancaman Allah terhadap orang
yang ingkar dan berbuat kerusakan. Oleh karena itu, kita pernah
mendengar atau membaca kisah segolongan umat yang memilih dilempar ke
dalam kobaran api daripada kembali kepada kekufuran.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Mereka bertanya kepadamu tentang
berperang pada bulan Haram. Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu
adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir
kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidil haram dan mengusir
penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan
berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. mereka tidak
henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu
dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa
yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu Dia mati dalam kekafiran,
maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan
mereka Itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (QS. al-
Baqarah (2) : 217)
Fitnah dalam ayat ini berarti penganiayaan dan segala perbuatan yang
dimaksudkan untuk menindas Islam dan kaum muslimin. Dalam ayat yang lain
Allah berfirman: Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia
beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir
Padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan
tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka kemurkaan
Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. (QS an-Nahl (16) : 106)
Semoga kita dapat mencintai Allah dan rasul-Nya melebihi cinta kita
kepada selain keduanya. Semoga kecintaan kita kepada sesama atas dasar
kecintaan kepada Allah, sehingga kecintaan terhadap keluarga, harta dan
saudara tidak melalaikan dari ibadah kepada Allah. Kita juga memohon
kemantapan dalam beriman, dan janganlah kita meninggalkan dunia ini
kecuali dalam keadaan beriman dan beragama islam. Amin
Oleh : Abu Hisyam Liadi
SUMBER: http://buletin-aliman.blogspot.com/2013/02/meraih-nikmatnya-iman.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar