Senin, 07 Juli 2025

KEMUNGKARAN DALAM SILATURRAHMI



Silaturrahmi adalah amalan mulia yang sangat dianjurkan dalam islam. Namun, seperti banyak amal lainnya, ibadah ini bisa ternodai jika tidak dilakukan dengan benar. Banyak orang menyangka bahwa cukup dengan berkunjung atau berkirim pesan, itu sudah cukup disebut silaturrahmi. Padahal, jika dilakukan dengan niat salah atau diiringi perilaku buruk, silaturrahmi justru bisa berubah menjadi ajang dosa dan kemungkaran.

Berikut ini adalah beberapa kemungkaran dalam silaturrahmi yang wajib dijauhi oleh setiap muslim:

A.  Silaturrahmi Karena Dunia, Bukan Karena Allah

Silaturrahmi seharusnya dilakukan karena Allah ta’ala, bukan karena kepentingan duniawi seperti bisnis, jabatan, pengaruh, atau hanya demi pencitraan sosial.

Jika niat tidak ikhlas, maka pahalanya bisa gugur dan akan terasa sakit jika tidak sesuai dengan hasil yang diharapkan.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan sesuai denga apa yang diniatkan.” [HR Bukhari no. 1, Muslim no. 1907]

Bersilaturrahmi ke pejabat atau orang kaya hanya karena berharap proyek. Mengunjungi kerabat hanya Ketika sedang butuh bantuan, tetapi menghilang saat mereka kesulitan. Ini adalah bentuk silaturrahmi yang tidak murni karena Allah dan tidak mencerminkan ukhuwa yang sebenarnya.

B.  Ghibah (Menggunjing) Dan Membicarakan Aib Orang

Silaturrahmi kadang dimanfaatkan sebagai ajang ngobrol Panjang lebar. Celakanya, percakapan sering melebar menjadi ajang ghibah atau membicarakan aib orang lain yang tidak hadir.

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: أَتَدْرُوْنَ مَا اْلغِيْبَةِ؟ قَالُوْا: اَللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ. قِيْلَ: أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِيْ أَخِيْ مَا أَقُوْلُ؟ قَالَ: إِنْ كَانَ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ, وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wallam bersabda: “Taukah kalian ap aitu ghibah?” Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Beliau bersabda: “Engkau menyebut saudaramu dengan sesuatu yang ia benci.” Seseorang bertanya: “Bagaimana jika yang aku katakana itu benar-benar ada pada saudaraku?” Beliau menjawab: “Jika memang ada padanya, berarti engkau telah mengghibahinya. Namun jika tidak ada padanya, berarti engkau telah memfitnahnya.” [HR Muslim 2589]

C.  Namimah (Adu Domba)

Mengunjungi kerabat lalu membawa kabar dari satu pihak ke pihak lain yang justru memecah belah atau menimbulkan permusuhan adalah suatu kemungkaran.

عَنْ حُذَيْفَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ, قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَّامٌ

Dari Hudzaifah radhiyallahu anhu, ia berkata: Aku mendengar Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Tidak akan masuk surga orang yang suka mengadu domba (namimah).” [HR Bukhari no. 6056, Muslim no. 105]

D.  Pamer Dunia Dan Ujub

Kadang orang yang bersilaturrahmi justru menjadikan momen itu sebagai ajang memamerkan kekayaan, jabatan, anak-anaknya yang sukses, atau pencapaiannya. Bisa pula dengan memposting di media social secara berlebihan untuk menunjukkan siapa yang paling sering bersilaturrahmi, paling dekat dengan tokoh, dan lain-lain.

Ini bisa menimbulkan iri hati orang lain, rasa rendah diri dari yang tidak punya, serta ujub dan sombong dari yang pamer. Riya’ (pamer amal) adalah syirik kecil yang bisa merusak amal, bahkan bisa menjadikan amal sia-sia di sisi Allah.

E.  Menghina Dan Mencela Kerabat

Kadang silaturrahmi justru menjadi momen menyindir, membuka aib lama, atau menghina pilihan hidup kerabat. Sehingga silaturrahmi yang seharusnya mempererat ikatan persaudaraan, justru bisa menjadi retak dan terputusnya tali persaudaraan.

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: قَالَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ. كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ: دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Cukuplah seseorang dikatakan berdosa jika ia meremehkan saudaranya Muslim. Setiap muslim atas muslim yang lainnya adalah haram: darahnya, hartanya, dan kehormatannya.” [HR Muslim no. 2564]

F.   Menunda Atau Memutus Silaturrahmi

Sebagian orang menunda-nunda bahkan memutus hubungan silaturrahmi karena hal sepele: beda pendapat, beda pilihan politik, atau hanya karena kesalahpahaman.

عن أبي أيوب الأنصاري رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ ثَلَاثَ لَيَالٍ يَلْتَقِيَانِ فَيُعْرِضُ هَذَا وَيُعْرِضُ هَذَا. وَخَيْرُهُمَا الَّذِيْ يَبْدَأُ بِالسَّلَامِ

Dari Abu Ayub al-Anshari radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Tidak halal bagi seorang muslim memutus hubungan dengan saudaranya lebih dari tiga hari. Keduanya bertemu lalu saling berpaling, dan yang terbaik di antara keduanya adalah yang pertama kali mengucapkan salam.” [HR Bukhari no. 6077, Muslim no. 256]

G. Campur Baur Antara Laki-Laki Dan Perempuan Tanpa Hijab

Di banyak acara keluarga atau reuni, sering terjadi ikhtilat (percampuran bebas antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Tanpa hijab dan tanpa Batasan. Ini bisa mengarah pada pandangan haram, sentuhan haram, bahkan perselingkuhan.

Allah subhanahu wata’ala berfirman:

قُلْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ يَغُضُّوْا مِنْ أَبْصَارِهِمْ

“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: hendaklah mereka menundukkan pandangan …” [QS An-Nur (24): 30]

H. Berjabat Tangan Dengan Lawan Jenis

Tradisi salam-salaman saat lebaran atau acara keluarga seringkali menyebabkan jabat tangan antara pria dan Wanita yang bukan mahram.

عَنْ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: وَاللهِ مَا مَسَّتْ يَدُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدُ امْرَأَةٍ قَطٌّ إِلَّا امْرَأَةَ يَمْلِكُهَا

Dari Ummul Mu’minin Aisyah radhiyallahu anh, ia berkata: “Demi Allah, tangan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak pernah menyentuh tangan perempuan sama sekali, kecuali perempuan yang menjadi miliknya (istri atau budak). [HR Bukhari no. 7214, Muslim no. 1866]

I.     Silaturrahmi Dihiasi Dengan Kemaksiatan

Silaturrahmi hendaknya tidak diiringi dengan kemaksiatan, sehingga silaturrahmi benar-benar mendatangkan kebaikan dan keberkahan. Bukan malah sebaliknya, niatnya silaturrahmi namun justru mendatangkan keburukan dan kerusakan.

Meskipun judulnya “Silaturrahmi”, namun jika isinya maksiat, hukumnya haram dan tidak berpahala.

J.    Tidak Menjaga Adab Dalam Silaturrahmi

Seorang muslim hendaknya senantiasa berusaha berhias dengan akhlak yang baik dalam segala urusannya, termasuk ketika bersilaturrahmi. Diantara akhlak yang baik ialah tidak masuk rumah kecuali memberi salam dan diizinkan, bertutur kata yang baik lagi sopan, dan tidak berlama-lama tanpa perasaan apalagi sampai larut malam.

Allah subhanahu wata’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا ٱلَّذِينَ آمَنُوا۟ لَا تَدْخُلُوا۟ بُيُوتًۭا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّىٰ تَسْتَأْنِسُوا۟ وَتُسَلِّمُوا۟ عَلَىٰٓ أَهْلِهَا ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌۭ لَّكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian masuk rumah yang bukan rumah kalian sebelum meminta izin dan memberi salam  kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.” [QS AN-Nur (24): 27] 

K. Silaturrahmi hanya dengan kerabat tertentu saja

Sebagian orang hanya menyambung silaturrahmi dengan keluarga atau kerabat yang membalas hubungan baiknya. Jika tidak dibalas, makai a pun memutuskan hubungan dan tidak lagi menyambungnya Kembali.

Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:

لَيْسَ اْلوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ وَلَكِنَّ اْلوَاصِلَ الَّذِيْ إِذَا قَطَعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا

“Bukanlah orang yang silaturrahmi itu yang membalas (kebaikan kerabat), akan tetapi yang benar-benar menyambung silaturrahmi adalah orang yang tetap menyambung Ketika silaturrahmi diputus olehnya.” [HR Bukhari no. 5991]

Silaturrahmi bukan hanya untuk mereka yang baik kepada kita. Seorang mukmin sejati berusaha menyambung silaturrahmi meski diputus, berbuat baik meski dibalas dengan keburukan, dan melakukannya karena mengharap ridha Allah, bukan karena sikap manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar