Silaturrahmi adalah amalan mulia yang sangat dianjurkan dalam islam. Namun, seperti banyak amal lainnya, ibadah ini bisa ternodai jika tidak dilakukan dengan benar. Banyak orang menyangka bahwa cukup dengan berkunjung atau berkirim pesan, itu sudah cukup disebut silaturrahmi. Padahal, jika dilakukan dengan niat salah atau diiringi perilaku buruk, silaturrahmi justru bisa berubah menjadi ajang dosa dan kemungkaran.
Berikut ini adalah beberapa kemungkaran dalam
silaturrahmi yang wajib dijauhi oleh setiap muslim:
A. Silaturrahmi Karena Dunia, Bukan Karena Allah
Silaturrahmi
seharusnya dilakukan karena Allah ta’ala, bukan karena kepentingan duniawi seperti
bisnis, jabatan, pengaruh, atau hanya demi pencitraan sosial.
Jika niat tidak
ikhlas, maka pahalanya bisa gugur dan akan terasa sakit jika tidak sesuai
dengan hasil yang diharapkan.
Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya, dan
sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan sesuai denga apa yang diniatkan.”
[HR Bukhari no. 1, Muslim no. 1907]
Bersilaturrahmi ke pejabat
atau orang kaya hanya karena berharap proyek. Mengunjungi kerabat hanya Ketika sedang
butuh bantuan, tetapi menghilang saat mereka kesulitan. Ini adalah bentuk
silaturrahmi yang tidak murni karena Allah dan tidak mencerminkan ukhuwa yang
sebenarnya.
B. Ghibah (Menggunjing) Dan Membicarakan Aib Orang
Silaturrahmi kadang
dimanfaatkan sebagai ajang ngobrol Panjang lebar. Celakanya, percakapan sering
melebar menjadi ajang ghibah atau membicarakan aib orang lain yang tidak hadir.
عَنْ أَبِيْ
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: أَتَدْرُوْنَ مَا اْلغِيْبَةِ؟ قَالُوْا: اَللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمُ. قَالَ:
ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ. قِيْلَ: أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِيْ أَخِيْ مَا
أَقُوْلُ؟ قَالَ: إِنْ كَانَ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ, وَإِنْ لَمْ
يَكُنْ فِيْهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wallam bersabda: “Taukah
kalian ap aitu ghibah?” Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.”
Beliau bersabda: “Engkau menyebut saudaramu dengan sesuatu yang ia benci.”
Seseorang bertanya: “Bagaimana jika yang aku katakana itu benar-benar ada pada
saudaraku?” Beliau menjawab: “Jika memang ada padanya, berarti engkau telah
mengghibahinya. Namun jika tidak ada padanya, berarti engkau telah
memfitnahnya.” [HR Muslim 2589]
C. Namimah (Adu Domba)
Mengunjungi kerabat lalu membawa kabar dari satu pihak ke pihak lain
yang justru memecah belah atau menimbulkan permusuhan adalah suatu kemungkaran.
عَنْ حُذَيْفَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ, قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَّامٌ
Dari Hudzaifah radhiyallahu anhu, ia berkata: Aku mendengar Nabi shallallahu
alaihi wasallam bersabda: “Tidak akan masuk surga orang yang suka mengadu
domba (namimah).” [HR Bukhari no. 6056, Muslim no. 105]
D. Pamer Dunia Dan Ujub
Kadang orang yang bersilaturrahmi justru menjadikan momen itu sebagai
ajang memamerkan kekayaan, jabatan, anak-anaknya yang sukses, atau pencapaiannya.
Bisa pula dengan memposting di media social secara berlebihan untuk menunjukkan
siapa yang paling sering bersilaturrahmi, paling dekat dengan tokoh, dan
lain-lain.
Ini bisa menimbulkan iri hati orang lain, rasa rendah diri dari yang
tidak punya, serta ujub dan sombong dari yang pamer. Riya’ (pamer amal) adalah
syirik kecil yang bisa merusak amal, bahkan bisa menjadikan amal sia-sia di
sisi Allah.
E. Menghina Dan Mencela Kerabat
Kadang silaturrahmi
justru menjadi momen menyindir, membuka aib lama, atau menghina pilihan hidup
kerabat. Sehingga silaturrahmi yang seharusnya mempererat ikatan persaudaraan,
justru bisa menjadi retak dan terputusnya tali persaudaraan.
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ: قَالَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: بِحَسْبِ امْرِئٍ
مِنَ الشَرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ. كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ
حَرَامٌ: دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Cukuplah
seseorang dikatakan berdosa jika ia meremehkan saudaranya Muslim. Setiap muslim
atas muslim yang lainnya adalah haram: darahnya, hartanya, dan kehormatannya.”
[HR Muslim no. 2564]
F. Menunda Atau Memutus Silaturrahmi
Sebagian orang menunda-nunda bahkan memutus hubungan silaturrahmi karena
hal sepele: beda pendapat, beda pilihan politik, atau hanya karena
kesalahpahaman.
عن أبي أيوب الأنصاري رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ ثَلَاثَ
لَيَالٍ يَلْتَقِيَانِ فَيُعْرِضُ هَذَا وَيُعْرِضُ هَذَا. وَخَيْرُهُمَا الَّذِيْ
يَبْدَأُ بِالسَّلَامِ
Dari Abu Ayub al-Anshari radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Tidak halal
bagi seorang muslim memutus hubungan dengan saudaranya lebih dari tiga hari.
Keduanya bertemu lalu saling berpaling, dan yang terbaik di antara keduanya
adalah yang pertama kali mengucapkan salam.” [HR Bukhari no. 6077, Muslim no.
256]
G. Campur Baur Antara Laki-Laki Dan Perempuan Tanpa
Hijab
Di banyak acara keluarga
atau reuni, sering terjadi ikhtilat (percampuran bebas antara laki-laki
dan perempuan yang bukan mahram. Tanpa hijab dan tanpa Batasan. Ini bisa
mengarah pada pandangan haram, sentuhan haram, bahkan perselingkuhan.
Allah subhanahu
wata’ala berfirman:
قُلْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ يَغُضُّوْا مِنْ أَبْصَارِهِمْ
“Katakanlah kepada
laki-laki yang beriman: hendaklah mereka menundukkan pandangan …” [QS An-Nur
(24): 30]
H. Berjabat Tangan Dengan Lawan Jenis
Tradisi salam-salaman saat lebaran atau acara keluarga seringkali
menyebabkan jabat tangan antara pria dan Wanita yang bukan mahram.
عَنْ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ
عَنْهَا قَالَتْ: وَاللهِ مَا مَسَّتْ يَدُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَدُ امْرَأَةٍ قَطٌّ إِلَّا امْرَأَةَ يَمْلِكُهَا
Dari Ummul Mu’minin Aisyah radhiyallahu anh, ia berkata: “Demi
Allah, tangan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak pernah
menyentuh tangan perempuan sama sekali, kecuali perempuan yang menjadi miliknya
(istri atau budak). [HR Bukhari no. 7214, Muslim no. 1866]
I. Silaturrahmi Dihiasi Dengan Kemaksiatan
Silaturrahmi hendaknya tidak diiringi dengan kemaksiatan, sehingga
silaturrahmi benar-benar mendatangkan kebaikan dan keberkahan. Bukan malah
sebaliknya, niatnya silaturrahmi namun justru mendatangkan keburukan dan
kerusakan.
Meskipun judulnya “Silaturrahmi”, namun jika isinya maksiat, hukumnya
haram dan tidak berpahala.
J. Tidak Menjaga Adab Dalam Silaturrahmi
Seorang muslim
hendaknya senantiasa berusaha berhias dengan akhlak yang baik dalam segala
urusannya, termasuk ketika bersilaturrahmi. Diantara akhlak yang baik ialah tidak
masuk rumah kecuali memberi salam dan diizinkan, bertutur kata yang baik lagi
sopan, dan tidak berlama-lama tanpa perasaan apalagi sampai larut malam.
Allah subhanahu
wata’ala berfirman:
يَا
أَيُّهَا ٱلَّذِينَ آمَنُوا۟ لَا تَدْخُلُوا۟ بُيُوتًۭا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ
حَتَّىٰ تَسْتَأْنِسُوا۟ وَتُسَلِّمُوا۟ عَلَىٰٓ أَهْلِهَا ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌۭ
لَّكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Wahai orang-orang
yang beriman! Janganlah kalian masuk rumah yang bukan rumah kalian sebelum
meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.” [QS
AN-Nur (24): 27]
K. Silaturrahmi hanya dengan kerabat tertentu saja
Sebagian orang hanya
menyambung silaturrahmi dengan keluarga atau kerabat yang membalas hubungan
baiknya. Jika tidak dibalas, makai a pun memutuskan hubungan dan tidak lagi
menyambungnya Kembali.
Nabi shallallahu alaihi
wasallam bersabda:
لَيْسَ اْلوَاصِلُ
بِالْمُكَافِئِ وَلَكِنَّ اْلوَاصِلَ الَّذِيْ إِذَا قَطَعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا
“Bukanlah orang yang
silaturrahmi itu yang membalas (kebaikan kerabat), akan tetapi yang benar-benar
menyambung silaturrahmi adalah orang yang tetap menyambung Ketika silaturrahmi
diputus olehnya.” [HR Bukhari no. 5991]
Silaturrahmi bukan hanya untuk mereka yang baik kepada kita. Seorang mukmin sejati berusaha menyambung silaturrahmi meski diputus, berbuat baik meski dibalas dengan keburukan, dan melakukannya karena mengharap ridha Allah, bukan karena sikap manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar