Sabtu, 01 Februari 2025

Menyambut Ramadhan dengan Menguatkan Iman

 


    Puasa Ramadhan dibutuhkan keimanan untuk melaksanakannya, karena dalam menahan diri dari perkara-perkara yang membatalkan puasa bukan hanya satu atau dua hari, namun selama sebulan penuh. Ketika mewajibkan puasa bulan Ramadhan, Allah pun mengawalinya dengan panggilan terhadap orang-orang yang beriman dan menyampaikan bahwa orang-orang terdahulu pun juga diwajibkan berpuasa.

Alloh subhanahu wata’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.” [QS al-Baqarah (2): 183]

Untuk mendapatkan ampunan dalam melaksanakan puasa di bulan Ramadhan, harus dibarengi keimanan dan mengharap pahala. Bukan hanya sekedar meninggalkan makan dan minum di siang hari pada bulan Ramadhan.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa yang puasa di bulan Ramadhan karena keimanan dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu.” [HR Bukhari Dan Muslim]

Bulan Ramadhan adalah waktu yang sangat istimewa bagi seorang muslim untuk meningkatkan keimanan, memperbaiki diri dan mendekatkan diri kepada Allah. Menguatkan menjelang Ramadhan adalah langkah penting untuk memaksimalkan keutamaan bulan Ramadhan. Berikut ini adalah beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menyambut Ramadhan dengan menguatkan keimanan:

1.    Memperkuat niat dan tekad

Menyambut Ramadhan dengan niat yang ikhlas dan tekad yang kuat untuk menjalankan ibadah pada bulan Ramadhan akan menjadikan kita lebih mudah menjalan ketaatan dan bisa meraih keistiqomahan dalam beramal. Sehingga ketaatannya bukan karena adanya orang yang mendengar ataupun melihat, namun benar-benar ikhlas karena Allah.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

قَالَ اللهُ كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِيْ

“Allah berfirman (yang artinya): Setiap amalan manusia adalah untuknya kecuali puasa. Amalan puasa adalah untuk-Ku.” [HR Bukhari]

2.    Meningkatkan kualitas ibadah

Salah satu cara untuk menguatkan iman adalah dengan meningkatkan kualitas ibadah. Karena iman itu bertambah dengan bertambahnya ketaatan kepada Allah dan berkurang dengan kemaksiatan kepada-Nya. Sebelum Ramadhan tiba, hendaknya seorang muslim berusaha memperbaiki ibadahnya, sehingga Ketika Ramadhan datang sudah terbiasa dengan ketaatan-ketaatan.

Aisyah radhiyallahu anhu berkata:

مَا رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلَّا رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِيْ شَعْبَانَ

“Aku tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyempurnakan puasa sebulan penuh kecuali Ramadhan. Dan aku tidak pernah melihat beliau lebih banyak berpuasa (pada suatu bulan selain Ramadhan) selain bulan sya’ban.” [HR Bukhari]

3.    Bersahabat dengan orang-orang yang beriman

Seorang muslim hendaknya bersahabat dengan orang-orang yang beriman, sehingga bisa saling memotivasi dalam kebenaran dan adanya saling mengingatkan jika ada yang tergelincir dalam kesalahan. Sehingga pertemanannya senantiasa dilandasi oleh keimanan dan ketakwaan.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

اَلْمَرْءُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

“Seseorang akan mencocoki kebiasaan teman karibnya. Maka hendaknya perhatikanlah siapa yang akan menjadi teman karibnya.” [Hasan, HR Abu Dawud dan Tirmidzi]

4.    Meningkatkan kepedulian sosial

Ramadhan adalah waktu yang tepat untuk meningkatkan kepedulian terhadap sesama. Memberikan bantuan terhadap orang yang membutuhkan dan mempererat hubungan dengan sesama adalah bagian dari perbaikan diri dan meningkatkan keimanan. Yang demikian itu apabila kepeduliannya didasari niat yang ikhlas, bukan karena riya (ingin dilihat orang lain) ataupun sum’ah (ingin didengar orang lain).

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا

“Barangsiapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti pahala orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun.” [Shahih, HR Tirmidzi dan Ibnu Majah]

5.    Memperbanyak doa dan dzikir

Diantara karakter orang-orang yang beriman ialah memperbanyak doa dan dzikir dalam keseharian. Doa dan dzikir ini pula yang mampu memperkuat keimanan seorang muslim. Sehingga sebagai seorang muslim hendaknya senantiasa memperbanyak doa dan dzikir dalam keseharian.

Ayat-ayat yang menjelaskan tentang puasa dalam QS al-Baqarah disela dengan ayat tentang doa dan dzikir.  Hal ini menunjukkan pentingnya doa dan dzikir.

Allah subhanahu wata’ala berfirman:

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِيْ عَنِّيْ فَإِنِّيْ قَرِيْبٌ أُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيْبُوْا لِيْ وَلْيُؤْمِنُوْا بِيْ لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُوْنَ

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran.” [QS al-Baqarah (2) ayat 186]


Minggu, 05 Januari 2025

Pengertian Puasa


Puasa (Shiyam/shoum) dalam Bahasa arab artinya menahan diri dari sesuatu.

Adapun menurut istilah syariat ialah ibadah kepada Alloh dengan menahan diri dari makan dan minum serta dari segala yang membatalkan puasa sejak terbitnya fajar shodiq sampai terbenamnya matahari. 

Jumat, 13 Desember 2024

Hadits Ke-05: Wajibnya Mengikuti Petunjuk Nabi


اَلْحَدِيْثُ الخَامِسُ:

Hadits Ke-05: Wajibnya Mengikuti Petunjuk Nabi



عَنْ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ أُمِّ عَبْدِ اللهِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللهِ : مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هذا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدُّ. [رَوَاهُ اْلبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ]

وَفِي رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ : مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدُّ.

Dari Ummul Mu’minin, Ummu ‘Abdillah, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Barangsiapa yang mengada-adakan dalam urusan (agama) kami ini yang bukan berasal darinya, maka amalan tersebut tertolak.” [HR. Bukhari dan Muslim]

Dalam riwayat lain milik Muslim: “Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak berdasarkan perintah kami, maka ia tertolak.”

Urgensi hadits ini:

Imam An-Nawawi berkata, “Hadits ini merupakan kaedah yang besar diantara kaedah-kaedah Islam dan merupakan hadits yang singkat namun padat dari ucapan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam karena hadits ini menjelaskan tentang batilnya seluruh kebid'ahan dan seluruh perkara yang baru dalam agama islam. Hadits ini penting sekali untuk dihafal dan disebarkan karena hadits ini senjata dalam mengingkari kemungkaran." [Syarah Shahih Muslim 12/242]

Biografi Sahabat Periwayat Hadits: 

Aisyah binti Abu Bakar adalah diantara istri-istrinya Nabi, sehingga beliau adalah ummuhatul mukminin (ibunya orang-orang beriman) sebagaimana yang telah disampaikan oleh Allah bahwa istri-istri nabi adalah ibundanya orang-orang beriman. Beliau terlahir di Makkah kisaran 9 tahun sebelum hijrah. Beliau memiliki banyak keistimewaan dan keutamaan. Beliau wafat tahun 57 atau 58 H dalam usia 66 tahun dan dimakamkan di pemakaman Baqi', Madinah.

Faedah-faedah dari hadits ini:

Banyak sekali faedah yang bisa kita ambil sebagai pelajaran dalam hadits ini, diantaranya:

1.     Istri-istrinya Nabi adalah ummahatul mukminin (ibunya orang-orang yang beriman).

2.     Bolehnya berkunyah walaupun belum memiliki anak.

3.     Islam adalah agama yang sempurna.

4.     Barangsiapa yang mengada-ada perkara baru dalam agama, maka tidak diterima darinya

5.     Barangsiapa yang melakukan amalan ibadah yang tidak disyariatkan, niscaya amalan itu tidak diterima darinya.

6.     Hukum asal ibadah dalam agama ialah terlarang kecuali adanya dalil yang mensyariatkannya.

7.     Adapun dalam urusan dunia hukum asalnya boleh, kecuali adanya dalil larangannya.

Tambahan:

Mengikuti dan meneladani Nabi akan sempurna jika suatu amalan sesuai dengan syariat dalam 6 perkara, yaitu: sesuai sebab, jenis, ukuran, tata cara, waktu, dan tempatnya. Tentunya juga harus dibarengi dengan niat yang ikhlas karena Allah.

 

 

Hadits Ke-04: Amalan Tergantung Pada Akhirnya

 

اَلْحَدِيْثُ الرَّابِعُ:

Hadits Ke-04: Amalan Tergantung Pada Akhirnya



عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ, قَالَ: حَدَّثَنَا رَسُولُ اللهِ وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ: اِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ في بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا نُطْفَةً ثُمَّ يَكُونُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَالِكَ ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذٰلِكَ, ثُمَّ يُرْسَلُ اِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ, وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ. فَوَالَّذِي لَا إِلَهَ غَيْرُهُ, اِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا اِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ اْلكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا اِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا ]رَوَاهُ اْلبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ[

Dari Abu ‘Abdurrahman ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menceritakan kepada kami, dan beliau adalah ash-Shadiq al-Mashduq (yang benar lagi dibenarkan perkataannya): “Sesungguhnya seseorang dari kalian dikumpulkan penciptaannya dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk sperma, kemudian menjadi segumpal darah seperti (masa) itu, kemudian menjadi segumpal daging seperti itu pula. Kemudian seorang malaikat diutus kepadanya untuk meniupkan ruh, dan diperintahkan dengan 4 kalimat: menuliskan rizkinya, ajalnya, amalnya, dan celaka atau bahagia. Demi Dzat yang tiada tuhan selain-Nya, sesungguhnya ada salah seorang dari kalian yang beramal dengan amalan ahli surga sehingga jarak antara dirinya dengan surga hanya tinggal satu hasta, tapi catatan (takdir) mendahuluinya, lalu ia beramal dengan amalan ahli neraka sehingga akhirnya dia masuk neraka. Dan sesungguhnya ada salah seorang dari kalian yang beramal dengan amalan ahli neraka sehingga jarak antara dirinya dengan neraka hanya tinggal satu hasta, tapi catatan (takdir) mendahuluinya, lalu ia beramal dengan amalan ahli surga sehingga akhirnya dia masuk surga’.” [HR Bukhari dan Muslim]

Urgensi hadits ini:

Hadits ini merupakan petunjuk bagi seorang muslim yang menghendaki akhir kehidupan yang baik. Hendaknya setiap muslim berusaha untuk mempelajari, menghafal, mengamalkan, dan menyampaikannya kepada orang lain.

Biografi Sahabat Periwayat Hadits: 

Beliau Abu ‘Abdurrahman ‘Abdullah bin Mas’ud terlahir di Makkah, kisaran 28 tahun sebelum hijrah Beliau termasuk as-sabiqunal awwalun (yang awal-awal masuk islam). Beliau seorang sahabat yang kurus badannya namun luas ilmunya. Termasuk sahabat yang alim, menjadi rujukan dalam ilmu, dan sangat bersemangat dalam meneladani Nabi. Wafat di Madinah pada tahun 32 H pada usia sekitar 60 tahun.

Faedah-faedah dari hadits ini:

Banyak sekali faedah yang bisa kita ambil sebagai pelajaran dalam hadits ini, diantaranya:

1.     Nabi adalah pribadi yang benar ungkapannya dan seharusnya dibenarkan kabar-kabarnya.

2.     Seorang muslim hendaknya berbakti kepada orang tua, terutama kepada ibunya yang telah mengandungnya.

3.     Manusia diciptakan secara bertahap di perut ibunya, yaitu: 40 hari sebagai nuthfah (sperma), kemudian 40 hari sebagai 'alaqoh (segumpal darah), dan 40 hari berikutnya sebagai mudhghoh (segumpal daging). Setelah itu ditiupkan ruh kepadanya.

4.     Mengimani adanya malaikat yang diutus untuk meniupkan ruh saat usia kehamilan setelah 120 hari (4 bulan), kemudian malaikat itu diperintah 4 hal, yaitu: menulis rizki, ajal, amal, dan sengsara atau bahagianya.

5.     Manusia tidak mengetahui takdir yang ditetapkan kepadanya. Sehingga seorang muslim hendaknya tetap harus berusaha dan beramal, tidak boleh ia hanya sekedar pasrah pada takdir.

6.     Bolehnya bersumpah walaupun tidak diminta. Namun hendaknya tidak sembarangan dan tidak banyak bersumpah karena ada konsekuensinya.

7.     Hendaknya seorang muslim senantiasa berusaha untuk istiqomah dalam ketaatan, karena amalan tergantung akhirnya.

Tambahan:

Hadits ini merupakan kabar dari Nabi yang bersesuaian dengan ilmu kedokteran modern yang hendaknya semakin menambah keimanan dan keyakinan kita terhadap kebenaran yang disampaikan oleh Nabi. Namun jika suatu saat bertentangan dengan sains, maka bukan berarti hadits nabi tidak tepat dan salah. Bahkan, seorang muslim harus yakin dengan kebenaran risalah yang disampaikan oleh Nabi.


Download Ebook lengkapnya:

 Mendulang Faedah dari Kitab Arbain An-nawawiyah

Minggu, 10 November 2024

Hadits Ke-03: Rukun Bangunan Islam

 


اَلْحَدِيْثُ الثَالِثُ:

Hadits Ke-03: Rukun Bangunan Islam

عَنْ أَبِيْ عَبْدِ الَّرحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهِ عَنْهُمَا قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ يَقُوْلُ: بُنِيَ الإسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ, وَحَجِّ الْبَيْتِ, وَصَوْمِ رَمَضَانَ. (رَوَاهُ اْلبُخَارِيُّ وَ مُسْلِمٌ)

Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhuma berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Islam dibangun atas lima perkara: (1) Persaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad Rasulullah, (2) menegakkan shalat, (3) mengeluarkan zakat, (4) melaksanakan ibadah haji, dan (5) berpuasa Ramadhan”. [HR Bukhari dan Muslim]

Urgensi hadits ini:

Hadits ini mempunyai kedudukan yang agung, karena menerangkan asas dan kaidah-kaidah Islam, yakni Islam dibangun di atasnya, yang dengannya seorang hamba menjadi Muslim.

Biografi Sahabat Periwayat Hadits: 

Beliau adalah putra Khalifah Umar bin Khattab. Beliau terlahir di Makkah, 11 tahun sebelum hijrah. Beliau seorang sahabat yang berilmu, zuhud, dan sangat bersemangat untuk meneladani Nabi. Beliau meriwayatkan hadits Nabi sebanyak 2630. Wafat di Makkah pada tahun 73 H.

Faedah-faedah dari hadits ini:

Banyak sekali faedah yang bisa kita ambil sebagai pelajaran dalam hadits ini, diantaranya:

1.   1.  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menggambarkan Islam dengan sebuah bangunan di atas pondasi yang harus ditegakkan dengan sebaik-baiknya. Pondasi-pondasi tersebut ialah: syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji.

2.    2. Syahadat tauhid (لاإله إلا الله) dan syahadat rasul (محمد رسول الله) merupakan perkara yang paling utama yang harus ditegakkan dalam bangunan islam.

3.     3. Pentingnya menegakkan shalat dengan baik dan benar, sempurna syarat dan rukunnya.

4.     4. Pentingnya mengeluarkan zakat jika sudah terpenuhi syarat-syaratnya dan diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya.

5.    5. Wajibnya menunaikan ibadah haji jika sudah mampu melaksanakannya.

6.     6. Wajibnya puasa ramadhan bagi seorang muslim.

7.     7. Islam adalah aqidah dan perbuatan. Keduanya harus sama-sama ditegakkan.

Tambahan:

Demikianlah hadits ini, ia merupakan hadits yang shahih. Dalam hadits ini tidak menunjukkan urutan rukun islam, sehingga tidak bertentangan dengan hadits selainnya. Adapun urutan rukun islam adalah puasa dulu sebelum haji sebagaimana yang terdapat dalam hadits jibril.